Selamat datang di blog orang sederhana saking sederhananya sampai gak punya apa-apa hufft....tetap semangat

Februari 11, 2009

Posted by Ahmad Rohani 0 Comments Category:

Mawar-mawar Berdarah

Mata cekung laki-laki itu nanar menerawang jauh ke pucuk awan di langit kelabu. Bibirnya yang tampak pucat berusaha menyunggingkan senyum. Hanya samar. Dan bayang-bayang suram masa lalu kembali merangkai kenangan tentang mawar-mawarnya yang telah layu. Bahkan akar mawar-mawar itu telah tercerabut dan lalu mati.
Namun kisah tentang mawar-mawar itu belum berakhir. Ya, belum berakhir. Walau saat dia tinggalkan mawar itu sepuluh tahun silam, kelopak mahkotanya telah berhamburan di atas rerumputan penuh debu. Nasib bunga mawar itu sungguh tragis! Ada jerit tangis memilukan seorang gadis kecil saat mawar itu memejamkan mata. Namun beberapa laki-laki tertawa terbahak-bahak puas. Termasuk dirinya, laki-laki itu.



Hembusan angin menggugurkan daun-daun kering pepohonan. Ada dendang klasik saat daun-daun kering itu bergesekan di antara batu-batu kerikil yang tersapu angin. Namun laki-laki itu tak bergeming sedikit pun. Laki-laki itu masih saja duduk terpaku di bangku taman sambil terus menatap bunga-bunga mawar yang tumbuh di pinggir danau. Dua batang rokok kretek telah habis dia hisap menemani lamunannya yang terus mengembara, merangkai episode-episode tentang mawar yang entah kapan berakhir. Sementara awan-awan di ufuk barat telah bermega kemerahan.

Plok!

Sesuatu jatuh di pangkuan laki-laki itu. Mata cekungnya mengamati dengan seksama. Kernyit alisnya. Terkesima dia sesaat. Ternyata sekuntum mawar!

Hah, mawar? Siapa yang melemparkan mawar ini padaku? Laki-laki itu bertanya-tanya dengan kening berkerut. Dipendarkannya pandangan ke sekeliling. Tidak ada siapa-siapa. Namun diraihnya juga bunga mawar itu. Dipandangnya sekuntum mawar itu dengan tatapan tak berkedip. Aroma wangi merebak menusuk penciumannya, membuat memori kisah cintanya dulu kembali membayang. Cintanya pada seorang janda cantik beranak satu. Meski janda, mawar itu memiliki pesona luar biasa yang tidak dimiliki mawar-mawar lain. Cara dia berjalan, bertutur kata, tersenyum, tertawa… ah, sungguh sangat menggoda. Membuat jantung setiap laki-laki berdebar-debar bila melihatnya. Namun pada akhirnya bunga mawar yang diimpikan laki-laki itu menyerah di pangkuan Handono, seorang pengusaha kaya-raya yang juga menjadi bos tempat laki-laki itu bekerja. Dia dijadikan istri simpanan bosnya itu. Padahal laki-laki itu tahu sekali, Pak Handono sebelumnya sudah mempunyai tiga orang wanita simpanan! Bedebah!

Laki-laki itu sungguh kecewa. Bukan hanya dia, beberapa laki-laki yang lain juga merasakan perasaan sakit yang sama. Sampai suatu malam, saat sang mawar dan Handono baru saja pulang dari berbelanja di mal, laki-laki itu dan beberapa teman senasibnya, mencegat mobil yang dikendarai mereka itu di tengah jalan sepi. Handono dipaksa keluar, lalu laki-laki itu dan beberapa temannya yang lain langsung menghajar sang bos sampai tak berdaya.

Selelah Handono tak bernyawa lagi, laki-laki itu segera membekap sang mawar. Sedangkan beberapa temannya yang lain mencengkeram kedua tangan mawar itu, lalu membawanya ke tepi jalan. Di tempat itu, di semak-semak, sang mawar diperkosa secara bergantian, beramai-ramai. Mawar itu melolong-lolong jerih. Namun laki-laki itu tak peduli! Sampai akhirnya mawar itu tak berdaya lagi.

Seorang gadis kecil berumur lima tahun yang menyaksikan perbuatan bejat itu dari dalam mobil, menjerit-jerit pilu. Laki-laki itu mendekat menghampirinya. Namun dengan cepat sang gadis kecil berlari keluar dari dalam mobil. Sampai akhirnya tubuh gadis kecil itu lenyap ditelan gelapnya malam sunyi.

Angin senja sudah menderu-deru gelisah. Laki-laki itu tetap tak bergeming. Dia terus saja menatap kuntum mawar di tangannya dalam-dalam. Semakin dipandangi, mawar itu semakin menawan. Tak dihiraukannya lagi perihal darimana datangnya bunga mawar itu.

“Sayang… aku ingin bercumbu denganmu malam ini…” sebuah suara wanita terdengar mendesah di telinga laki-laki itu. Rasa-rasanya dia pernah mengenali suara wanita bernada manja itu. Tapi suara siapa? Apakah suara mawar yang sepuluh tahun silam sempat dia puja-puja itu? Hah! Tidak! Tidak mungkin! Laki-laki itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

Tiba-tiba laki-laki itu mencium bau anyir darah yang menyengat. Dipandanginya terus mawar itu dengan tatapan tajam. Laki-laki itu tebelalak. Dilihatnya mawar itu telah berlumuran darah! Bahkan tetesan darahnya itu sampai mengotori tangan dan juga pakaiannya!

“Hah! Apa yang terjadi?!” laki-laki itu terpekik. Tubuhnya bergidik seperti tersengat aliran listrik. Segera dilemparkannya bunga mawar itu ke tanah.

Hening sesaat. Tubuh laki-laki itu bergetar hebat. Keringat di wajahnya luruh deras. Matanya membelalak.

Tiba-tiba terdengar tawa wanita mengikik menusuk pendengarannya, membaur dengan bau anyir darah yang kian pekat menusuk penciumannya.

***

Kerumunan orang-orang di sekitar rumah mewah itu telah bubar. Mobil ambulan rumah sakit dan mobil polisi telah berlalu beberapa menit yang lalu. Namun laki-laki itu masih terpaku, berdiri di teras rumah itu dengan peluh membilas wajah. Di sampingnya seorang teman bernama Heldy tampak pucat dengan raut wajah serupa mayat.


“Kematian Adryan sungguh tragis…” laki-laki itu mendesah pelan. Bola matanya bergerak-gerak membayangkan wajah Adryan yang dia lihat terkahir kalinya itu mati dengan wajah hancur tercabik-cabik.

“Kau tahu penyebab kematiannya, Joni?” tanya Heldy.

“Apa?”

“Mawar-mawar berdarah…”

“Hah, jangan bicara ngaco kau!” laki-laki itu berkata gusar.

“Seminggu yang lalu Adryan cerita padaku. Saat duduk di pinggir danau suatu sore, sekuntum mawar jatuh ke pangkuannya. Dia lalu meraih mawar itu kemudian menatapnya dalam-dalam. Bau wangi merebak. Namun beberapa saat kemudian tercium olehnya bau anyir darah menyengat. Tau-tau bunga di tangannya sudah berlumuran darah. Kemudian terdengar tawa seorang wanita yang mengikik... lalu…”
“Takhayul…!”
“Ini kenyataan, Joni…!”
“Aku tak percaya!”
Hening beberapa saat.
Wajah laki-laki itu tampak semakin pucat dan berkeringat. Begitu juga dengan wajah Heldy.
“Aku takut… aku takut bila harus mengalami nasib yang sama seperti Heldy yang mati dengan sangat sadis…”
“Kamu bicara apa?!” laki-laki itu setengah memekik. Urat lehernya menegang.
“Kau tahu? Tiga hari lalu aku juga mengalami hal serupa seperti yang dialami Adryan saat aku duduk di tepi danau itu…” nada bicara Heldy bergetar.
Laki-laki itu terkesiap. Bukankah semalam dia juga mengalaminya…? Tiba-tiba dada laki-laki itu terasa sesak. Sesak sekali!
***
Kalut berkemelut sampai ke ubun-ubun laki-laki itu. Keringat di wajahnya luruh bersimbah. Mobil yang dia kendarai melaju kencang.
Mawar-mawar? Hah, kenapa juga dia harus selalu berjumpa dengan mawar-mawar itu! Dia muak! Benci! Teramat benci! Namun mawar-mawar itu ada di setiap tempat. Di pinggir jalan, di lampu merah, di halaman kantor, di toilet, dan bahkan tadi laki-laki itu melihat mawar-mawar itu tergeletak di meja kerjanya. Langsung saja dia hempaskan pas bunga mawar itu ke lantai.
Pyaaarrr!!!
Beberapa pegawai terkaget-kaget. Ada yang memekik latah, ada yang menggeleng-geleng, namun ada juga yang tak acuh saja.
Laki-laki itu terhenyak saat itu.
Apa yang telah aku lakukan? Laki-laki itu menggumam dengan bibir menggelitik. Kenapa aku harus menghempaskan pas bunga itu? Bisa-bisa orang-orang akan mengira aku sertes. Atau bahkan menganggap aku gila?! Oh, tidak! Tidak!!
Segera dia tinggalkan ruangan kerjanya itu lalu pulang ke rumah. Pikirannya benar-benar kacau hari ini. Apalagi setelah mendapat kabar mengejutkan dari istri Heldy yang menelponnya tadi pagi. Heldy yang ditemukan tewas di halaman rumahnya sendiri dengan wajah hancur tercabik-cabik! Sampai saat ini laki-laki itu masih belum bisa percaya kalau heldy telah tiada.
***
Laki-laki itu termenung lagi dengan pikiran kalut di meja pojok klab malam itu. Ruangan itu masih sepi. Tidak seperti biasanya. Cahaya remang-remang membaur dengan kepulan asap yang berhembus dari mulutnya. Pikirannya terus saja dihantui bayang-bayang mawar itu. Bayang-bayang tentang mawar itu terus saja mengikutinya. Menguntitnya ke setiap tempat, ke mana dia pergi!
“Pergi kau! Jangan ikuti aku lagi! Aku muakkk!!!” laki-laki itu memekik dengan suara keras.
Braaakkkk!!!
Sebuah botol minuman di meja dibantingnya ke lantai. Laki-laki itu terhenyak. Napasnya menderu tersengal-sengal. Oh, apa yang telah kulakukan? Laki-laki itu seperti linglung. Dia benar-benar tidak sadar telah membanting botol minuman itu.
Apa yang telah terjadi denganku? Kenapa aku jadi begini? Mawar-mawar itu… Ya! Mawar-mawar itu penyebabnya! Mawar-mawar itu selalu menggerayangi pikirannya!
“Maaf, Tuan…” tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dari belakang laki-laki itu.
Laki-laki itu menoleh. Ternyata seorang pelayan.
“Eee… Tuan jangan membuat keributan di sini… kalau tidak…”
“Kalau tidak apa?!” laki-laki itu memekik keras. “Kau mau mengusirku dari tempat ini heh?!”
“Tidak Tuan, maksud saya…”
“Maksud kau aku membuat onar? Harus enyah dari sini?! Iya, begitu?!”
Pelayan wanita itu tampak menggigil. Laki-laki itu terus menatap sang pelayan dengan mata membelalak seperti hendak memangsanya hidup-hidup.
Tiba-tiba laki-laki itu mencium aroma mawar yang semerbak bercampur baur dengan bau anyir darah yang begitu menyengat. Laki-laki itu kian terbelalak. Dilihatnya pelayan wanita itu kini telah berpakaian serba putih. Di telinga kanannya tersemat bunga mawar yang meneteskan darah. Juga di lehernya yang jenjang berkalung mawar berangkai yang juga meneteskan darah. Sedangkan kedua tangannya memegang erat sekuntum mawar yang lagi-lagi meneteskan darah.
“Tidak… tidak mungkin…” laki-laki itu mundur beberapa langkah. Bibirnya menggelitik.
Tiba-tiba pelayan itu menyeringai dengan sorot mata menikam tajam. Selanjutnya terdengar tawanya yang membahana memekakkan telinga.
Laki-laki itu menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya rapat-rapat. Namun suara tawa itu kian jelas terdengar menusuk di gendang telinganya.
“Pergi! Pergi kau!”
“Hua ha ha ha…”
“Pergiiiiiiii…!”
Brakkk! Pyarrr!
“Tolooooong…! Ada orang kesurupaaaaaaan…!!!” pelayan wanita itu lintang pukang. ***


I heart FeedBurner